Kemarin saya bercerita tentang Tips Membuat Anak Suka Matematika dengan judul yang geje banget: Cara Saya Mencetak Ahli Matematika.
Semoga jadi doa yang diijabah, begitu pikiran saya selalu, selama proses mengedit dan membagikannya. Sampai sekarang pun masih. Doakan ya Bunda…
Nah, kali ini saya punya cerita sederhana lagi tentang Binbin dan matematika. Tema bulan ini, makanya saya fokuskan ke sini. Tugas saya adalah melaporkan apapun kegiatan saya membuat anak mengenal, akrab dan cinta matematika.
Seru, kan?
Oh ya, kami mengenalkan cara mengukur cepat menggunakan jumlah tegel. Daan… karena suami saya penjual mebel Jepara, tentu saja, meteran jadi teman ke mana-mana. Terang, anak-anak juga ikut memegangnya. Meteran yang lebih panjang – seperti meteran jalan – milik Papa
Segitu dulu ya, cerita saya tentang ‘petualangan’ Binbin bersama angka sembari membumikan matematika dalam rumah dan lingkungannya. Lain kali akan saya sambung yang lebih serius. Hari ini laptop diinstall ulang dan baru bisa saya pakai jam 23.00 malam. Saya punya waktu kurang dari 60 menit sebelum Tantangan 10 Hari Kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional ditutup. Besok, saya akan menceritakan tentang permainan bentikan. InsyaAllah
Membumikan matematika mungkin istilah yang terlalu dipaksakan- meski ada benarnya. Betapa masih banyak sahabat saya yang merasa matematika adalah pelajaran sulit dan tidak terpakai di kehidupan sehari – hari. Pendapat itu salah besar. Matematika ada di sekitar kita. Setiap inchi rumah menggunakan matematika agar menjadi ADA.
Menyadari keberadaan matematika, memudahkan proses taaruf anak dengan pelajaran ini.
Contoh penggunaan matematika di rumah untuk Binbin.
“Nak, siapkan 4 perangkat makan ya,” pinta saya pada Binbin. Dengan sendirinya Binbin akan tahu bahwa ia harus mengambil 4 piring, 4 sendok, dan 4 gelas.
Atau, saat saya sangat sibuk dan menawarkan pada si 9 tahun saya itu untuk memasakkan lauk sederhana berupa tempe dan tahu goreng. Anak lanang saya ini sudah pede memasak sendiri.
“Setiap orang 4, Ma?” tanyanya. Lalu dengan senang hati Binbin menggoreng 16 potong tempe/tahu goreng.
Yang cukup sering, menggunakan prosentase tertentu untuk mendeskripsikan level kepedasan. Meski masih memakai ilmu titen.
“Berapa persen pedasnya, Ma?” selalu ia bertanya sebelum ikut memakan sambel.
Jika saya menjawab di bawah 40%, Binbin akan ikut makan. Di atas itu ia tidak berani. Tentu saja, ukuran yang dipakai bukan satuan Scoville atau SHU. Hanya semacam kode boleh makan dan atau tidak boleh.
Percaya kan, kalau matematika ada di sekitar kita? Yuk... yuk... yuk... akrabkan anak dengan ilmu ini...
Matematika memang harus dikenalkan dengan cara yg menyenangkan
BalasHapusagar anak bisa lebih mengerti dan tidak merasa bosan
Iya Mas Adi. Anak bisa belajar matematika tanpa diberitahu nama subjeknya.
BalasHapus